Cerpen ini sebenernya bikinnya udah lama, cuma baru sempet aja diposting disini. cekidottt ^^
...
Aku dan kakak itu seperti air dan minyak, ga pernah bisa
nyatu tapi diam diam saling melindungi dan saling menjaga satu sama lain. Ya,
kami sering sekali beda pendapat, sering beda tujuan, sering beda kebiasaan,
tapi satu diantara kami selalu ada yang menjadi air dikala api amarah
menghampiri ditengah tengah perdebatan. Secara sepintas mungkin orang pusing
kalo liat kami bareng, selalu saja berdebat, meskipun diselingi tawa tawa kecil atau bahkan ujung ujungnya
saling diam satu sama lain dan tak jarang pula ada yang mengira kami seperti
saudara kembar, ya..kami memang mirip dan kami kadang justru seperti sahabat.
Kami sama sama lagi berjuang mengejar impian kami di kota yang sama, sayangnya
kami harus jauh dari ayah dan ibu, juga saudara saudara lain. Jadi pastinya
kami saling jaga satu sama lain, meskipun cara kami berbeda.
Sampai pada satu hari, aku dan kakak sudah bangun pagi pagi
sekali, kami ingin menikmati pagi yang panjang, ya.itu hari minggu, seperti
biasa kami shalat subuh berjamaah lalu setelah itu kami bergegegas untuk
bersiap siap menyapa fajar dan embun yang menyejukkan sekaligus mengugurkan
satu persatu kepenatan seminggu penuh. kami juga brencana untuk bersih bersih
kontrakan, sekaligus sedikit merombak posisi beberapa properti, kami ingin buat
suasana baru siapa tau bisa jadi mood booster atau jadi awal baru untuk
semangat baru.
Hari ini tumben sekali, aku dan kakak ga ada beda pendapat
sedikitpun, biasanya selalu ada meskipun itu sebatas untuk bercanda. Dan tiba
tiba kakak dapat sms dari temennya yang ngajak dia jalan -mumpung hari
minggu-. Kakak ngajak aku buat ikut,
tapi aku ga mau, karena aku kesel banget dari kemaren aku ngajakin kakak jalan
tapi dia ga pernah mau, lalu waktu temennya ngajak, dia langsung mau dan baru
ngajak aku disaat capek capeknya abis beres beres rumah. Aku ga banyak ngomong
apapun, menurut aku diem adalah jawaban yang sudah jelas kalo aku lagi kesel
dan kakak pun ga ngeluarin kata kata apapun, tumben sih. Sampai adzan ashar,
kami masih pada posisi masing masing dan kami masih diem dieman, sampai
terpecah oleh salam dari kakak waktu dia mau jalan. Sebenernya aku ga enak hati
banget, kasian juga liat kakak keluar sendirian, biasanya aku selalu nemenin,
meskipun kata kakak tadi –sebelum kami diem dieman- dia kan udah gede, masa ga
tau jalan. Oke..aku percaya aja sama kakak. Cuma sepanjang kakak pergi, aku nangis
sendiri, ngerasa bersalah. Ah..andai ada ibu disini, mungkin aku ga secengeng
ini.
Sampai magrib, kakak belum juga pulang, aku semakin khawatir,
ga biasanya dia belum pulang dan ga biasanya dia ga kasi kabar apa apa. Aku
berkali kali coba telpon dia, tapi ga diangkat. Akhirnya aku masuk ke kamar
kakak, coba untuk nyari nomor telpon temennya, ternyata hp nya ketinggalan. Aku
makin ga karuan, kepalaku pun sudah muter, aku memang ga bisa khawatir seperti
ini. Aku duduk sejenak di atas kasur kakak, laptop kakak belum dimatiin sama
dia, masih ada beberapa file yang terbuka, satu per satu aku lihat dan sampai
pada satu file yang nama filenya “no name”. Ternyata itu cerita cerita dia,
pantas saja dia kadang menghabiskan banyak waktu didepan laptop. Aku tidak sengaja ketemu satu tulisan yang
judulnya “adikku”. Belum sempat aku baca, tiba tiba ada telpon masuk dari nomor
tak di kenal di handphone ku. Suara laki
laki tak dikenal yang hanya beberapa detik itu membuat sekujur tubuhku kaku,
kepalaku seperti tertimpa besi berat, kerongkonganku pun seperti ada yang
mengganjal bahkan untuk menelan ludah pun sulit sekali, dan bendungan di mata
tak tertahankan lagi, hujan deras membasahi wajahku. Kakakku baru saja
mengalami kecelakaan, ojek yang dinaiikinya ditabrak truk yang sopirnya
mengantuk, begitu pesan yang disampaikan laki laki itu. Aku langsung
mengemudikan motor bebekku sekencang kencangnya ke rumah sakit yang
diinformasikan bapak tadi.
Aku terlambat sepersekian menit, jantung kakak baru saja
mengundurkan diri dari tugasnya, sirkulasi dan segala macam aktivitas tubuh pun
ikut bersama jantung berhenti bekerja, alat pemantau kerja jantung pun hanya
menunjukkan garis lurus, seperti pandanganku yang lurus dan tak berpaling dari
kakak, tubuhnya yang terbujur kaku itu hanya tersenyum bisu, aku berteriak
memanggil manggil namanya, tak ada sedikitpun balasan darinya, masih sebuah
senyum penuh ketenangan yang aku dapati.
Kakak...mana kicauan yang biasanya kau lontarkan ke aku,
kenapa kau hanya diam... ah..kalau saja
tadi aku tidak kesal, kalau saja aku tadi ikut, kalau saja aku tadi tidak diam
diaman seperti itu.
Kakak, aku sayang kakak, meskipun aku tidak pandai
menyampaikan sayangku, perhatianku, dan bagaimana membuatmu selau tersenyum.
Kau sudah terlalu sabar, ya...kau lebih sering menjadi air ditengah tengah
perdebatan kita. Kau bisa menjadi sosok ibu, disaat aku benar benar rindu ibu,
kau bisa menjadi sosok ayah disaat aku sedang butuh seorang ayah yang
menegarkan aku, kau pun bisa menjadi sosok adik untukku. Kau ingat tdak, ketika
kita harus berjuang berdua menjual kue disaat kita kehabisan uang bulanan dan
kita tidak enak minta pada ibu? Dan disaat itu kau tak pernah henti
menyemangati ku. Kakak...maafkan aku
yang sempat kesal siang tadi, maafkan aku yang selalu merepotkanmu, maafkan aku
belum jadi adik yang baik..
Kakak..semoga kau tenang disana..
Sewaktu adzan
mendayu dayu, kakakku pergi meninggalkan ku..
Perginya
takkan kembali lagi..karna takdir telah menentukan
doa restu, ku
khususkan untukmu kakak..
semoga arwah
kakak bahgia, di akhirat yang kekal abadi
kakakku...
walau kau
pergi dulu, namun ku tetap mengingatimu
kasih dan
sayang mu tak kulupa
selamat jalan
kakakku...
...
komentar temen temen akan sangat bermanfaat.. jangan sungkan sungkan ya :)
No comments:
Post a Comment